Pelaksanaan Festival Akbar Pemberdayaan Perempuan Indonesia di Pekanbaru Disorot

Ical

PEKANBARU, RIAURILIS.COM - Pelaksanaan Festival Akbar Pemberdayaan Perempuan Indonesia yang berlangsung 23-25 Agustus 2024 lalu di Pekanbaru mendapat sorotan dari LSM Parlemen Jalanan Riau.

Kegiatan yang menyedot anggaran APBD Riau 2024 sebesar sekitar Rp 15 miliar itu terkesan dipaksakan.

Sebab anggarannya yang diduga diambil dari APBD Perubahan 2024. Sementara APBD Perubahan baru disetujui November 2024.

Parlemen Jalanan Riau, Ical mengatakan APBD Perubahan Pendapat Akhir dan sekaligus Persetujuan Bersama APBD-P itu pada tanggal 5 September 2024, sementara acara festival 23-25 Agustus 2024.

"Kita pertanyakan, bagaimana anggaran belum ada, tapi sudah dilaksanakan kegiatannya. Ini yang kita pertanyakan. Apakah benar begini," katanya.

Ditambahkan, sampai sekarang APBD-P Provinsi Riau masih tahap evaluasi dari kementerian dalam negeri. Artinya belum ada Perda APBD-P atau belum ditetapkan sebagai APBD P 2024.

"Dengan begitu, sesuai aturan perundang- undangan, kegiatan tersebut belum dapat dilaksanakan karena belum ada DPA (dokumen pelaksanaan anggaran)-nya dan belum ada Perda APBD Perubahan," tambah Ical.

Namun jika memang kegiatan tersebut sudah dilaksanakan dengan anggaran yang belum disahkan, maka pelaksanaan kegiatan ini melanggar Permendagri 77 tahun 2020 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah pada bab V Pelaksanaan dan Penatausahaan point 6 sebagaimana pasal 120 sd psl 125 PP 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

"Isinya setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia," beber Ical.

Ditambahkan, pelaksanaan kegiatan dan belanja yang dapat mendahului penetapan APBD adalah berupa belanja wajib dan belanja mengikat, sedangkan kegiatan yang dapat mendahului APBD adalah kegiatan untuk penangan kebutuhan darurat dan kegiatan kebutuhan mendesak.

Pelaksanaan Anggaran yang belum ada DPA sebagaimana diatur perundang-undangan, belum dapat dilaksanakan. Pelaksana belanja yang belum ada DPA dapat berdampak pidana.

Dimana menurut UU Belanja daerah tidak boleh dilakukan sebelum ada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). 

"DPA merupakan dokumen yang memuat pendapatan dan belanja setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh pengguna anggaran. Penandatanganan kontrak baru bisa dilakukan setelah DPA disahkan," katanya.

Untuk itu, ia akan terus mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi. "Kalau memang ada indikasi pelanggaran, tentu kita akan melakukan upaya sesuai ketentuan hukum," tambahnya. (rls)