Selamat Datang Kodam XIX/Tuanku Tambusai: Perisai Bumi Melayu di Gerbang Strategis Nusantara

RIAU dan Kepulauan Riau bukanlah sekadar dua provinsi di peta administratif Indonesia.
Dalam kacamata geopolitik, keduanya adalah ruang strategis yang menghubungkan sekaligus memisahkan Indonesia dari dua negara tetangga: Malaysia dan Singapura.
Selat Melaka di hadapannya bukan semata jalur laut internasional, tetapi urat nadi perdagangan dunia yang dilintasi ratusan kapal setiap hari, membawa energi, komoditi, dan juga pengaruh dari satu benua ke benua lain.
Di bawah permukaan laut yang beriak, tersimpan sumber daya alam yang melimpah, mulai dari minyak dan gas, hasil laut, hingga potensi wisata bahari.
Potensi ini membawa peluang besar, namun juga menghadirkan kerentanan; sebuah kekayaan yang sekaligus dapat mengundang perebutan kepentingan.
Langkah Presiden Prabowo Subianto meresmikan Kodam XIX/Tuanku Tambusai pada 10 Agustus 2025 merupakan langkah strategis yang memiliki makna jauh melampaui penambahan satu struktur militer baru.
Keputusan ini adalah bentuk pengakuan negara bahwa wilayah perbatasan yang kaya sekaligus rawan ini membutuhkan pusat komando yang dekat, responsif, dan memiliki kemampuan manuver tinggi.
Penunjukan Mayjen TNI Agus Hadi Waluyo sebagai Pangdam pertama melalui SK Panglima TNI Nomor Kep/1033/VIII/2025 menjadi pesan jelas bahwa negara ingin menempatkan kepemimpinan yang berpengalaman dan mampu berpikir strategis di wilayah ini.
Selaku peneliti yang pernah melakukan riset yang melibatkan seluruh Pangdam dan Danrem tipe A di Indonesia sebagai responden, saya menemukan fakta bahwa keberhasilan kepemimpinan di wilayah strategis tidak hanya ditentukan oleh ketegasan birokrasi komando dari atas, tetapi juga oleh kemampuan menerima masukan dari bawah dan mengolahnya menjadi keputusan strategis yang cepat.
Kombinasi antara kedisiplinan struktural dan pembelajaran adaptif dari lapangan inilah yang menciptakan kecepatan perubahan strategi yang terbukti menjadi faktor kunci keberhasilan organisasi militer dalam merespons ancaman yang bergerak dinamis.
Dalam konteks Riau dan Kepri, kecepatan ini bukanlah pilihan, melainkan keharusan, karena ancaman keamanan laut, kejahatan lintas negara, dan dinamika politik kawasan tidak memberi ruang bagi kepemimpinan yang lamban.
Seterusnya, strategi pertahanan tidak dapat dilepaskan dari dimensi sosial dan politik.
Malaysia dan Singapura memang terikat dengan Indonesia dalam ikatan ASEAN, bahkan memiliki sejarah dan kedekatan kultural yang panjang.
Akan tetapi, keduanya juga merupakan bagian dari commonwealth Inggris, sebuah jaringan yang memiliki kepentingan geopolitik sendiri.
Dalam hubungan antarnegara, persaudaraan sering kali berjalan berdampingan dengan persaingan kepentingan, dan dalam kasus tertentu, bisa berubah menjadi ketegangan terbuka.
Sejarah di kawasan Asia Tenggara membuktikan bahwa konflik dapat meletus tiba-tiba, seperti yang terjadi antara Thailand dan Kamboja yang baru saja terjadi pada Juli 2025 lalu, yang awalnya dipicu oleh isu yang tampak kecil, namun sarat makna simbolik dan strategis.
Karena itu, Pangdam XIX/Tuanku Tambusai memegang peran ganda: sebagai perisai kedaulatan dan sebagai penjamin stabilitas sosial-politik di wilayah perbatasan.
Kepemimpinan militer di sini tidak hanya diukur dari keberhasilan menjaga garis batas, tetapi juga dari kemampuannya membangun kepercayaan publik, menjalin sinergi dengan pemerintah daerah, tokoh adat, dan masyarakat sipil.
Di bumi Melayu, kehormatan, musyawarah, dan sopan santun adalah bagian dari kekuatan pertahanan itu sendiri.
Prajurit yang diterima oleh masyarakat akan memiliki keunggulan strategis yang tidak dimiliki oleh kekuatan yang mengandalkan senjata semata.
Kepada Mayjen Agus Hadi Waluyo, selamat datang di bumi Melayu. Tugas yang menanti adalah tugas amat berat sekaligus sangat terhormat.
Nama Kodam yang kini dipimpin bukanlah sekadar simbol geografis, melainkan membawa warisan sejarah seorang pejuang besar:
Tuanku Tambusai, Pahlawan Nasional dari Riau yang dikenal sebagai “Harimau Paderi dari Rokan" (De Padrische Tijger van Rokan).
Beliau adalah sosok ulama, pejuang, dan pemimpin yang memadukan kecerdasan strategi dengan keteguhan iman.
Dalam perang melawan penjajahan Belanda, Tuanku Tambusai tak hanya mengandalkan kekuatan senjata, tetapi juga keluhuran akhlak, kemampuan merangkul rakyat, dan kelicahan taktik yang membuatnya disegani kawan maupun lawan.
Filosofi perjuangannya mengajarkan bahwa mempertahankan tanah air bukan sekadar urusan militer, melainkan juga soal menjaga harga diri, martabat, dan persatuan masyarakat.
Dari situ kita bisa berkaca, bahwa di wilayah ini, profesionalisme militer harus berjalan beriringan dengan penghormatan terhadap supremasi sipil dan nilai-nilai demokrasi.
Rakyat bukanlah setakat objek perlindungan, melainkan mitra strategis dalam menjaga kedaulatan. Rasa aman yang mereka rasakan akan menjadi ukuran keberhasilan kepemimpinan Pangdam.
Semoga amanah ini dijalankan dengan kebijaksanaan, ketegasan, dan kecepatan yang diperlukan untuk menjadikan Riau dan Kepri sebagai beranda depan Nusantara yang kokoh, disegani dan berwibawa. ***
Tulis Komentar